BATOPAR.COM, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) menekankan bahwa kripto bukan merupakan alat pembayaran yang sah di Indonesia.
Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Ryan Rizal menyampaikan, saat ini, crypto currency (mata uang kripto) masih tidak berlaku dan tidak diakui sebagai alat pembayaran di Tanah Air meski jumlah penggunanya meningkat.
“Terkait kripto aset untuk membayar barang dan jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-hari. Rasanya belum,” tegasnya dalam seminar LPPI, Kamis (19/5/2022).
Dia menyampaikan, terdapat sejumlah prasyarat yang harus dipenuhi dalam sistem pembayaran yang sah. Diantaranya harus ada pertemuan antara pembeli dan penjual dan sebagai mata uang resmi Indonesia harus terus dijaga nilainya atau tidak bersifat sangat fluktuatif.
“Uang (alat pembayaran sah) pada prinsipnya seperti itu. Baik uang fisik maupun uang digital,” ungkapnya.
OJK Larang Bank Hingga Manajer Investasi Fasilitasi Perdagangan Kripto
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara tegas telah melarang seluruh lembaga jasa keuangan untuk menggunakan, memasarkan, maupun memfasilitasi perdagangan aset kripto. Lembaga keuangan yang dimaksud adalah perbankan, manajer invetasi, dan lain-lain.
“OJK dengan tegas telah melarang lembaga jasa keuangan untuk menggunakan, memasarkan, dan/atau memfasilitasi perdagangan aset kripto,” ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam pernyataannya di Jakarta, Selasa (25/1/2022).
Aset kripto sendiri merupakan jenis komoditi yang memiliki fluktuasi nilai yang sewaktu-waktu dapat naik dan turun. Sehingga, masyarakat harus paham akan risikonya.
“Waspada terhadap dugaan penipuan skema ponzi investasi kripto ya,” imbuhnya
Lebih lanjut, OJK memastikan tidak melakukan pengawasan dan pengaturan terhadap aset kripto. Sebab, pengaturan dan pengawasan aset kripto dilakukan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan.
Komentar